Deni Setiawan dan Seruan Keterbukaan: Jalan Tengah di Tengah Polemik Ijazah Jokowi

Berita36 Dilihat

Tintaindonesia.id, Jakarta – Di tengah gejolak tudingan keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, Bendahara Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN) Deni Setiawan, SH., MH., memberikan pernyataan terbuka yang cukup tegas dan provokatif kepada publik dan pihak-yang sedang melakukan verifikasi dokumen. Menurutnya, jika ijazah yang dimiliki Presiden benar-benar asli, maka seluruh pihak tinggal “menunjukkan” bukti itu ke publik tanpa penggunaan drama atau manuver yang justru memperkuat energi lawan seperti Roy Suryo dan tim-nya, Senin (20/10/2025).

Deni Setiawan menegaskan bahwa upaya pembuktian keaslian ijazah sebaiknya dilakukan secara lugas dan transparan, bukan melalui pengadilan opini publik atau tekanan media yang membuat isu makin membara. Dalam pandangannya:

“Kalau memang asli, cukup buktikan, jangan dibuat seperti sandiwara.”

“Mendorong tim lain makin semangat membuktikan palsu, salah satu cara melemahkan posisi kita jika kita tidak menunjukkan bukti kuat segera.”

Baca : Bendum BKN Deni Setiawan, SH.MH : Menjaga Kemaslahatan dan Marwah Kepemimpinan dalam Program Makan Bergizi Gratis

“Publik sudah jengah dengan drama dan sengketa tanpa hasil akhir. Berikan saja transparansi, selesai.”

Pernyataan ini muncul di tengah derasnya sorotan terhadap dugaan keaslian ijazah Jokowi yang dipertanyakan secara terbuka oleh Roy Suryo dan kelompoknya.

Beberapa hari terakhir, muncul berita bahwa Roy Suryo mengaku telah menerima salinan ijazah Presiden Jokowi yang dilegalisir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, dan dalam analisisnya menyatakan bahwa dokumen tersebut “99,9 % palsu”.

Sementara itu, pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) – lembaga asal penerbit ijazah – telah menyatakan bahwa Presiden Jokowi memang alumni kebanggaan mereka.

Dalam konteks ini, Deni Setiawan mengingatkan bahwa memperpanjang polemik tanpa bukti final justru merugikan semua pihak, karena publik justru kehilangan kepercayaan terhadap prosedur institusi.

Menentukan narasi publik: Dengan pernyataan publik seperti ini, BKN (melalui Deni) tampak mengambil posisi bahwa “buktikan atau tutup saja” — memaksa pihak yang diragukan untuk segera menunjukkan bukti atau mundur.

Mencegah eskalasi konflik: Drama terus-menerus antara tim pembela dan penuduh membuat isu ijazah palsu berubah menjadi alat politik, bukan sekadar pemeriksaan dokumen. Deni menggarisbawahi bahwa strategi terbaik adalah transparan.

Menguji institusi: Pihak universitas, KPU, bahkan lembaga penegak hukum kini berada di spotlight. Jika ijazah memang asli, institusi itulah yang harus bisa menunjukkan catatan resmi dengan jelas.

Meningkatkan kepercayaan publik: Dalam era “fake news” dan hoaks, pernyataan yang lugas dapat membantu mengembalikan kepercayaan terhadap proses verifikasi dokumen publik.

Baca juga : Proyek PDAM Tirta Benteng Bikin Jalan Hancur, Ketua LSMP: Warga Bukan Tikus Percobaan!

Meski Roy Suryo menyatakan telah memperoleh salinan ijazah dan mengklaim keaslian dipertanyakan, hingga saat ini belum ada keputusan final dari lembaga berwenang yang diakui secara luas yang menyatakan ijazah tersebut palsu.

Di sisi lain, UGM tetap menyebut Jokowi sebagai alumni yang sah — meskipun Deni menyebut bahwa “cukup bukti saja” belum muncul secara eksplisit ke publik.

Pengungkapan dokumen asli sering terkendala prosedur hukum, privasi, atau administrasi internal — sehingga publik sering hanya melihat “salinan” atau versi terbatas.

Jika pihak yang diragukan tidak menunjukkan bukti, apakah publik atau lembaga penganalisa punya hak untuk menetapkan “palsu” secara definitif? Itu menjadi salah satu pertanyaan yang terus diperdebatkan.

Pernyataan Deni Setiawan dari BKN ini bisa dianggap sebagai semacam ultimatum: “Tunjukkan saja”. Ia mengajak agar drama dan polemik segera dihentikan, dan diganti dengan langkah yang transparan dan terukur. Dalam situasi di mana reputasi, institusi dan publik menunggu kepastian, keputusan akan berbicara lebih keras daripada pernyataan.