Tintaindonesia.id, Jakarta — Insiden mikrofon mati saat Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB menuai perhatian publik. Banyak yang menduga peristiwa itu terjadi akibat gangguan teknis, namun Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menegaskan hal tersebut murni karena aturan standar yang berlaku di forum internasional tersebut.
Juru Bicara Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal, menjelaskan bahwa setiap delegasi, baik kepala negara maupun pejabat tinggi, diberi waktu maksimal lima menit untuk menyampaikan pidatonya. Begitu waktu habis, sistem secara otomatis akan memutus mikrofon pembicara. “Aturan ini berlaku universal, tanpa terkecuali,” ujar Iqbal di Jakarta, Selasa (23/9).
Ia mencontohkan, bukan hanya Prabowo yang mengalami hal itu. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga mikrofon pidatonya terputus lantaran melebihi batas waktu yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa PBB menerapkan aturan waktu secara tegas untuk semua pembicara, tanpa memandang jabatan maupun negara asal.
Baca : PAC IPNU–IPPNU Cipondoh Dilantik, Gelar STUFEST 2025 untuk Siapkan Pemimpin Muda
Menurut Iqbal, meskipun mikrofon terputus, suara Prabowo tetap dapat terdengar oleh delegasi di ruang sidang karena disampaikan dengan lantang. “Pesan beliau tidak hilang. Delegasi tetap mendengar pidatonya dengan jelas,” tambahnya.
Kemlu menilai peristiwa tersebut seharusnya tidak dipandang sebagai masalah besar. Pemadaman mikrofon secara otomatis adalah hal lumrah yang sering terjadi dalam forum PBB. Beberapa tokoh dunia sebelumnya pun pernah mengalami kondisi serupa ketika melewati batas waktu.
Baca juga : Lentera Perempuan Tangerang Dorong Revisi Perda Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Tangerang
Prabowo sendiri dalam pidatonya menekankan pentingnya kerja sama internasional menghadapi berbagai tantangan global, mulai dari perdamaian dunia, perubahan iklim, hingga krisis pangan. Substansi pidato tetap tersampaikan dengan baik, meski sempat terpotong oleh aturan teknis tersebut.
Dengan adanya klarifikasi ini, Kemlu berharap masyarakat tidak salah paham ataupun menarik kesimpulan keliru terkait insiden yang terjadi. “Ini bukan masalah diplomatik, bukan pula bentuk diskriminasi. Semuanya murni aturan teknis,” tegas Iqbal.
Insiden mikrofon mati ini menjadi pengingat bahwa forum internasional seperti PBB memiliki tata tertib yang ketat. Hal tersebut justru memperlihatkan konsistensi lembaga dunia dalam menjaga ketertiban sidang, sekaligus memastikan semua pihak mendapat kesempatan yang adil untuk berbicara.