Tintaindonesia.id, Washington D.C — Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan setelah menyuarakan niatnya untuk menerapkan tarif impor baru jika terpilih kembali pada pemilu 2024. Kebijakan ini mengundang perhatian negara-negara Asia Tenggara, terutama dalam hal potensi dampaknya terhadap arus perdagangan.
Trump mengusulkan tarif sebesar 10 persen atas seluruh produk impor, termasuk dari kawasan ASEAN. Negara seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand yang selama ini menjadi mitra dagang utama AS, kini menghadapi kekhawatiran mengenai kelangsungan ekspor mereka. Bahkan Indonesia yang juga menjalin hubungan dagang strategis dengan AS, tengah mempelajari skema mitigasi dampak dari kebijakan tersebut.
Baca : Waspada Perubahan Cuaca Ekstrem, BMKG Prediksi Pola Cuaca Dinamis di Bulan Juli
Langkah ini, menurut Trump, bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan membawa industri manufaktur kembali ke tanah air. Namun di sisi lain, para analis ekonomi menyebutkan bahwa kebijakan tersebut dapat memicu ketegangan dagang dan berdampak pada kestabilan ekonomi global, termasuk di kawasan ASEAN.
Vietnam menjadi negara yang paling mungkin terdampak signifikan, karena sekitar 30 persen barang ekspornya dikirim ke Amerika Serikat. Malaysia dan Thailand pun tidak luput dari sorotan, karena sektor elektronik dan otomotif mereka memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasar AS.
Baca juga : Permanent Campaigning: Strategi Politik Era Digital di Indonesia
Para pemimpin ASEAN kini tengah mendiskusikan respons kolektif atas kebijakan ini, baik melalui jalur diplomatik maupun upaya diversifikasi pasar ekspor. Penguatan kerja sama regional menjadi salah satu opsi untuk meredam dampak kebijakan unilateral tersebut.
Isu ini diperkirakan akan menjadi perhatian utama dalam pertemuan dagang ASEAN-Amerika Serikat mendatang. Di tengah ketidakpastian global, negara-negara ASEAN dituntut untuk mengambil langkah strategis demi menjaga stabilitas ekonomi masing-masing.