Pemuda Harus Banyak Bisa, Bukan Sekadar Berbisa

Opini81 Dilihat
banner 468x60

Oleh Mohamad Eddy Sopyan – Wabendum PTKP PB HMI Periode 2024 – 2026

Tintaindonesia.id, Opini — Dalam sejarah panjang bangsa ini, pemuda selalu mengambil peran penting dalam setiap babak perubahan. Dari Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi 1945, hingga Reformasi 1998, pemuda tampil sebagai penggerak, pelopor, dan penjaga harapan bangsa.

banner 336x280

Namun tantangan zaman telah bergeser. Musuh kita bukan lagi penjajah bersenjata, tetapi kemiskinan, kebodohan, korupsi, disinformasi, dan krisis identitas. Maka, karakter pemuda pun harus berubah. Saatnya menanamkan prinsip: pemuda harus banyak bisa, bukan sekadar berbisa.

Antara Kritik dan Kontribusi

Kata-kata memang punya daya. Kata bisa membakar semangat, menggugah nurani, bahkan menjatuhkan rezim. Namun, kata yang tidak dibarengi aksi hanya akan menjadi gema kosong.

Di era media sosial saat ini, kita mudah menemukan pemuda yang lantang bersuara: mengkritik kebijakan, menyindir pemerintah, menyalahkan sistem. Sayangnya, banyak yang berhenti pada ujaran. Kritik tanpa kontribusi menjadi seperti racun: berbisa, tapi tidak menyembuhkan apa-apa.

Sikap kritis itu perlu, bahkan wajib. Bangsa ini butuh pemuda yang berani bicara. Tapi keberanian itu harus diiringi dengan wawasan, keterampilan, dan aksi nyata. Kritik tanpa solusi hanya akan memperpanjang masalah, bukan menyelesaikannya.

Banyak Bisa adalah Kebutuhan Zaman

Di tengah dunia yang berubah cepat, dengan teknologi yang berkembang dan jenis pekerjaan yang terus bermunculan, kemampuan adaptasi dan keterampilan menjadi kunci.

Pemuda yang “banyak bisa” adalah mereka yang terus belajar dan berkembang. Mereka bukan hanya pengamat, tapi pelaku. Mereka berbicara dengan data, bukan hanya emosi; membuat solusi berbasis riset, bukan sekadar opini.

Entah itu mengelola komunitas, mengajar di pelosok, membangun start-up, menciptakan konten edukatif, atau sekadar menjadi relawan di masyarakat—semua itu adalah bentuk nyata dari “bisa” yang dibutuhkan bangsa.

Menjadi Pelaku, Bukan Sekadar Penonton

Dalam pertandingan sepak bola, penonton bisa saja paling lantang berteriak dan mencaci strategi. Tapi yang menentukan hasil hanyalah mereka yang berada di lapangan. Begitu pula dalam kehidupan berbangsa.

Bangsa ini membutuhkan lebih banyak pelaku perubahan. Pemuda harus siap masuk ke arena, menghadapi tantangan, gagal, bangkit, dan mencoba lagi. Tidak masalah jika belum sempurna. Yang penting: mau bergerak.

Penutup: Energi Besar, Tanggung Jawab Besar

Pemuda adalah pemilik energi terbesar dalam masyarakat. Energi itu bisa menjadi kekuatan pembangunan atau badai kehancuran—tergantung ke mana diarahkan.

Mari kita arahkan energi itu untuk membangun, bukan menghancurkan. Untuk mencipta, bukan mencaci. Untuk menginspirasi, bukan memprovokasi.

Bangsa ini tidak butuh pemuda yang berbisa dengan kebencian, sinisme, dan kemarahan. Bangsa ini butuh pemuda yang banyak bisa—yang bisa berpikir jernih, bekerja keras, dan memberi harapan.

Kita bukan generasi pengeluh, tapi generasi pelaku. Bukan pewaris masalah, tapi pencipta solusi. Dan inilah saatnya membuktikan itu

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed