Tintaindonesia.id, Lebak — Aktivitas penambangan batu bara ilegal masih marak terjadi di wilayah selatan Kabupaten Lebak, Banten, khususnya di Kecamatan Cihara, Panggarangan, dan Bayah. Demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sejumlah warga rela mengambil risiko besar dengan bekerja di lubang tambang yang dalamnya mencapai puluhan meter tanpa perlindungan keselamatan yang memadai, Selasa (01/07/2025).
Ketua Bidang ESDM Badko HMI Jabodetabek-Banten, Entis Sumantri, mengungkapkan bahwa di sepanjang wilayah tersebut terdapat sekitar 60 hingga 80 titik tambang ilegal yang masih aktif beroperasi.
“Setiap lubang tambang biasanya dioperasikan oleh 3 hingga 4 pekerja. Mereka bekerja di kedalaman sekitar 60 sampai 100 meter, mempertaruhkan nyawa hanya demi mencari nafkah dari hasil tambang batu bara,” jelas Entis.
Ia menjelaskan, para penambang terbagi ke dalam dua kelompok besar. Pertama, kelompok penambang rakyat yang bekerja mandiri, dan kedua, pekerja tambang yang digaji oleh perusahaan lokal. Rata-rata, satu lubang tambang dapat menghasilkan 1 hingga 4 ton batu bara per hari.
“Untuk penambang rakyat, batu bara hasil tambang bisa dijual seharga sekitar Rp50.000 per kilogram. Sementara hasil tambang dari pekerja perusahaan biasanya dikumpulkan langsung oleh pihak perusahaan,” tambahnya.
Entis menilai, alasan utama warga tetap bertahan dalam pekerjaan berisiko tinggi tersebut adalah faktor keterpaksaan ekonomi. Mayoritas masyarakat di kawasan itu memang menjadikan tambang sebagai mata pencaharian utama.
“Saya melihat langsung bagaimana kondisi mereka yang memprihatinkan. Penambangan sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Maka, sangat penting agar pemerintah hadir untuk mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan sosial dan ekonomi ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Banten telah memastikan bahwa tambang-tambang batu bara di wilayah Bayah dan sekitarnya beroperasi tanpa izin resmi.
Hal itu ditegaskan oleh Ade Ihsanudin, Penelaah Teknis pada Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Banten. Ia menyatakan bahwa berdasarkan data dari sistem nasional Minerba One Data Indonesia (MODI) dan Minerba One Map Indonesia (MOMI) milik Kementerian ESDM, tidak satu pun tambang batu bara di wilayah tersebut yang terdaftar secara resmi.
“Kalau tidak tercantum dalam data MODI dan MOMI, berarti aktivitas tersebut tidak memiliki izin resmi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ihsanudin mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyampaikan laporan terkait aktivitas ilegal ini ke pemerintah pusat. Hal ini karena berdasarkan regulasi terbaru, pengawasan pertambangan batu bara masih menjadi kewenangan penuh pemerintah pusat, meskipun sebagian kewenangan lainnya dapat didelegasikan ke provinsi sesuai dengan Perpres No. 55 Tahun 2022, yang merupakan turunan dari UU No. 3 Tahun 2020.
“Namun untuk pengawasan tambang batu bara, tetap berada di bawah otoritas pusat melalui Inspektur Tambang,” jelasnya.
Menurutnya, kegiatan pertambangan ilegal ini sudah masuk kategori tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, sehingga penindakannya kini menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum.