Bencana Aceh Dan Mereka Yang Menyerang Dari Balik Meja

Opini35 Dilihat

Oleh: Muh Arman Alwi

Tintaindonesia.id, Opini — Ketika Aceh sedang berjibaku bangkit dari bencana, selalu saja ada pihak yang menjadikan derita rakyat sebagai amunisi politik. Tuduhan bahwa Menteri ESDM R.I. Yang juga Ketua Umum DPP Partai GOLKAR “memanipulasi” progres pemulihan listrik 93% adalah bentuk politisasi bencana paling murahan yang belakangan beredar di ruang publik.

Padahal, kerja di lapangan itu nyata, terukur, dan berbasis komando negara. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia turun langsung ke titik terdampak atas instruksi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang memerintahkan penanganan cepat, taktis, dan menyeluruh untuk memulihkan pasokan energi di Aceh dan wilayah Sumatera lainnya.

Perintah Presiden jelas.
Pulihkan sistem kelistrikan secepat mungkin agar masyarakat dapat kembali menjalankan kehidupannya.
Dan Kementerian ESDM bergerak dengan penuh tanggung jawab.

Baca : Aktivis Perempuan Banten Apresiasi Bantuan Kemanusiaan Raffi Ahmad & Nagita Slavina untuk Korban Banjir Sumatera–Aceh : Tauldan Anak Muda

Petugas PLN bekerja tanpa henti, jaringan dipasang ulang, akses darurat dibuka, genset disuplai, dan koordinasi dilakukan dari pusat hingga daerah. Semua itu merupakan bentuk kehadiran negara yang nyata, bukan sekadar wacana.

Ironisnya, ketika negara bekerja keras, ada kelompok yang dari balik ruangan ber-AC sibuk melontarkan tuduhan seolah-olah mereka memahami situasi lebih baik dibanding petugas yang berjibaku di lapangan.

Inilah masalah yang terus berulang. Mereka yang tidak bekerja paling ribut.
Mereka yang tidak turun ke lapangan paling rajin mencibir.
Dan mereka yang tidak paham teknis justru merasa paling ahli.

Serangan ini bukan kritik, tetapi manuver politik dangkal yang mengabaikan fakta bahwa Menteri ESDM R.I. menjalankan mandat langsung Presiden. Menyerang menteri yang sedang melaksanakan instruksi kepala negara di tengah bencana bukan saja tidak etis, itu tindakan yang melecehkan kerja NEGARA dan solidaritas KEMANUSIAAN.

Lebih memalukan lagi ketika tuduhan itu berasal dari pejabat publik atau tokoh yang seharusnya menenangkan Masyarakat. Dalam situasi trauma, opini liar semacam itu hanya memperkeruh keadaan dan menambah beban psikologis bagi warga Aceh yang masih berduka.

Jika mereka benar-benar peduli, silakan turun ke Aceh. Silakan lihat medan kerja yang ekstrem. Silakan tinjau progres pemulihan. Silakan hadirkan data dan metodologi ilmiah.
Bukan sekadar menyerang dari jauh tanpa kontribusi apa pun.

Namun kenyataannya, sebagian orang memang tidak tertarik bekerja. Mereka hanya tertarik menyerang. Bahkan bencana pun dijadikan panggung untuk meraih sorotan murahan.

Baca juga : Presiden Prabowo Tinjau Aceh, Pastikan Penanganan Bencana Berjalan Cepat

Di dunia politik, tipe seperti ini selalu ada. Tidak pernah hadir saat rakyat membutuhkan, tetapi tiba-tiba paling keras ketika ada peluang menyerang pejabat yang sedang bekerja. Itu bukan kepemimpinan. itu OPORTUNISME.

Sementara itu, negara bekerja.
Presiden memerintahkan.
Menteri ESDM mengeksekusi.
PLN bergerak.
Relawan turun.
Rakyat Aceh berjuang.

Dan bangsa ini melihat siapa yang benar-benar berkontribusi, dan siapa yang hanya pandai berkoar.

Sejarah punya cara sederhana untuk menguji Manusia Indonesia. Yang bekerja akan dihormati. Yang memfitnah akan ditertawakan fakta.

Kepada mereka yang menjadikan duka Aceh sebagai alat serangan politik, izinkan saya menyampaikan satu hal.
RAKYAT SEDANG MENILAI. DAN RAKYAT TIDAK BODOH.

Muh Arman Alwi.
Kader Partai GOLKAR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *