Resensi Buku Pertarungan Kepentingan: Interaksi Antar Aktor dalam Pengawasan Pemilu

Opini319 Dilihat

Penulis: Dr. Puadi, S.Pd., M.M. dan Dr. Bachtiar, S.H., M.H., M.Si.
Penerbit: Deepublish, 2025
Penulis Resensi: M.K. Ulumudin (Anggota Bawaslu Kabupaten Tangerang)

I. Pendahuluan

Pengawasan pemilu merupakan pilar penting dalam menjaga integritas demokrasi. Di Indonesia, pengawasan tidak hanya dimaknai sebagai fungsi kontrol terhadap penyelenggara teknis, melainkan juga sebagai instrumen moral dan politik untuk memastikan setiap tahapan pemilu berjalan jujur, adil, dan berintegritas. Dalam konteks inilah buku Pertarungan Kepentingan: Interaksi Antar Aktor dalam Pengawasan Pemilu karya Dr. Puadi dan Dr. Bachtiar menjadi relevan. Buku ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana pengawasan pemilu berlangsung sebagai sebuah arena sosial dan politik yang sarat kepentingan antaraktor.

Sebagai anggota Bawaslu Kabupaten Tangerang, saya melihat buku ini tidak hanya sebagai kajian teoritis, tetapi juga sebagai refleksi empiris atas realitas yang dihadapi pengawas di berbagai tingkatan. Buku ini berhasil menghubungkan antara tataran normatif kelembagaan dengan dinamika praktis di lapangan, terutama mengenai bagaimana relasi antaraktor dapat memengaruhi efektivitas pengawasan.

II. Ringkasan Isi Buku

Buku ini menguraikan konsep dasar pengawasan pemilu, latar belakang lahirnya sistem pengawasan di Indonesia, serta proses transformasi kelembagaan Bawaslu dari masa ke masa. Puadi dan Bachtiar menegaskan bahwa pengawasan pemilu tidak dapat dilepaskan dari interaksi antara berbagai aktor: Bawaslu, KPU, partai politik, aparat penegak hukum, media, dan masyarakat sipil.

Pada bagian awal, penulis menjelaskan bahwa pengawasan merupakan hasil dari kebutuhan reformasi politik yang menuntut akuntabilitas penyelenggaraan pemilu. Dalam perkembangannya, fungsi pengawasan tidak hanya berorientasi pada kepatuhan hukum, tetapi juga pada pembentukan budaya politik yang partisipatif.

Selanjutnya, buku ini menyoroti dinamika hubungan antaraktor yang kerap diwarnai oleh perbedaan kepentingan. Dalam konteks itu, istilah “pertarungan kepentingan” digunakan bukan sekadar dalam pengertian negatif, melainkan sebagai bentuk interaksi sosial-politik yang wajar dalam sistem demokrasi. Pengawas pemilu dituntut untuk menavigasi relasi tersebut dengan menjaga netralitas, integritas, dan independensi.

Bagian akhir buku menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi lintas-aktor untuk mendorong pengawasan yang lebih partisipatif. Penulis merekomendasikan agar Bawaslu, baik di tingkat nasional maupun daerah, memperluas jejaring sosial dan memperkuat kapasitas sumber daya manusia agar mampu beradaptasi terhadap kompleksitas pemilu modern.

III. Analisis dan Tinjauan Kritis

Dari sudut pandang akademik, buku ini memiliki relevansi tinggi terhadap studi politik elektoral dan tata kelola pemilu. Pendekatan yang digunakan bersifat multidisipliner, menggabungkan teori kelembagaan, sosiologi politik, dan manajemen organisasi publik. Dengan demikian, buku ini tidak hanya berbicara tentang hukum dan regulasi, tetapi juga tentang perilaku aktor dan dinamika sosial yang menyertainya.

Salah satu kontribusi penting buku ini adalah pemetaan relasi antaraktor pengawasan pemilu. Puadi dan Bachtiar berhasil menggambarkan bagaimana interaksi antara pengawas dan peserta pemilu tidak selalu berjalan linear. Terdapat ketegangan antara idealitas hukum dan realitas politik di lapangan. Dalam konteks ini, pengawas dituntut bukan hanya memahami regulasi, tetapi juga memiliki kecerdasan sosial untuk membangun legitimasi di tengah masyarakat.

Dari perspektif praktis, buku ini menggambarkan fenomena yang sangat dekat dengan pengalaman pengawas di daerah. Dalam praktik pengawasan, sering muncul dilema etis antara menjalankan fungsi hukum secara ketat dan menjaga hubungan sosial dengan komunitas lokal. Buku ini memberikan legitimasi teoretis terhadap dilema tersebut dengan menjelaskan bahwa pengawasan pemilu adalah praktik sosial yang melibatkan nilai, kepercayaan, dan persepsi publik terhadap lembaga pengawas.

Namun demikian, secara kritis perlu dicatat bahwa buku ini masih dominan melihat hubungan antaraktor dari kacamata kelembagaan makro. Penulis belum banyak mengeksplorasi dinamika mikro, seperti relasi pengawas tingkat desa dengan tokoh masyarakat, perangkat desa, atau bahkan peserta pemilu di tingkat lokal. Padahal, pada level inilah sering terjadi bentuk konkret dari “pertarungan kepentingan” yang paling nyata.

Selain itu, pembahasan buku ini masih cenderung normatif dalam menggambarkan idealitas hubungan antaraktor. Akan lebih kuat apabila disertai dengan contoh empiris yang spesifik, seperti studi kasus daerah atau hasil riset lapangan. Meski demikian, struktur argumentasi buku tetap solid dan relevan untuk menjadi rujukan dalam memahami konteks pengawasan pemilu di Indonesia.

IV. Relevansi bagi Praktik Pengawasan Pemilu

Bagi pengawas pemilu, terutama di tingkat kabupaten/kota, buku ini dapat menjadi rujukan strategis untuk memperkuat perspektif kelembagaan dan etika kerja. Ia membantu pembaca memahami bahwa tugas pengawas bukan hanya menegakkan aturan, tetapi juga mengelola dinamika kepentingan yang berpotensi mengganggu integritas pemilu.

Konsep interaksi antaraktor yang dijabarkan Puadi dan Bachtiar juga mendorong lahirnya kesadaran baru bahwa efektivitas pengawasan tidak selalu ditentukan oleh kekuasaan formal, melainkan oleh kemampuan membangun trust dan komunikasi dengan seluruh pihak. Dalam konteks daerah seperti Kabupaten Tangerang, pendekatan partisipatif dan kolaboratif sebagaimana disarankan dalam buku ini terbukti lebih efektif dalam membangun budaya kepatuhan dan mencegah pelanggaran sejak dini.

V. Kesimpulan

Secara keseluruhan, Pertarungan Kepentingan: Interaksi Antar Aktor dalam Pengawasan Pemilu merupakan karya yang penting dan relevan bagi pengawas pemilu, akademisi, dan pemerhati demokrasi. Buku ini tidak hanya memperkaya literatur tentang pengawasan pemilu, tetapi juga menghadirkan perspektif reflektif yang menggabungkan teori dengan realitas lapangan.

Bagi penulis resensi, buku ini menjadi pengingat bahwa pengawasan pemilu bukan sekadar kerja administratif, tetapi juga panggilan moral untuk menjaga demokrasi tetap bermartabat. Melalui pemahaman terhadap dinamika antaraktor, pengawas dapat menempatkan dirinya bukan hanya sebagai penjaga aturan, tetapi juga sebagai penjaga nurani publik.

Dengan demikian, buku ini pantas direkomendasikan sebagai bacaan wajib bagi seluruh jajaran pengawas pemilu di Indonesia, terutama bagi mereka yang ingin memahami bagaimana integritas dan kepentingan bisa saling bersinggungan dalam ruang demokrasi yang terus berkembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *