Tintaindonesia.id, Kabupaten Tangerang — Situasi di Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, kian memprihatinkan. Aktivitas peredaran minuman keras (miras) ilegal dan keberadaan wanita penghibur yang beroperasi secara terselubung dinilai sudah di luar batas kewajaran. Ironisnya, hingga kini belum terlihat langkah tegas dari Polsek Rajeg untuk menertibkan fenomena yang meresahkan tersebut, Rabu (12/11/2025).
Di berbagai titik wilayah hukum Rajeg, sejumlah warga mengaku sering melihat aktivitas mencurigakan pada malam hari, termasuk penjualan miras yang dilakukan secara terbuka tanpa rasa takut akan aparat penegak hukum. Beberapa tempat hiburan malam bahkan disinyalir menjadi lokasi transaksi wanita penghibur. Masyarakat pun mempertanyakan keseriusan Polsek Rajeg dalam menjalankan fungsinya menjaga ketertiban dan moralitas publik.
“Kami sudah sering melapor, tapi tidak ada tindakan berarti. Seolah aparat menutup mata terhadap aktivitas yang jelas-jelas melanggar hukum. Sampai kapan pembiaran ini terjadi?” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Keresahan warga semakin memuncak karena kondisi ini dianggap mencederai citra Rajeg sebagai wilayah yang dikenal religius dan penuh nilai sosial. Banyak kalangan menilai lemahnya penindakan hukum merupakan bentuk kelalaian aparat dalam menjalankan amanah negara untuk melindungi masyarakat.
Padahal, dasar hukum terkait pelarangan miras sudah sangat jelas. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Penertiban Minuman Keras, siapa pun yang menjual, mengedarkan, atau mengonsumsi miras tanpa izin resmi dapat dikenakan sanksi pidana. Sementara praktik prostitusi secara terang-terangan melanggar Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP, serta bertentangan dengan Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 yang mewajibkan setiap warga negara menghormati nilai moral dan ketertiban umum.
Berbagai kalangan masyarakat, aktivis, hingga tokoh agama mendesak Kapolresta Tangerang untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolsek Rajeg, yang dinilai gagal dalam menjaga ketertiban sosial. Mereka juga menilai perlu adanya operasi gabungan antara Polri, TNI, Satpol PP, Aparatur Kecamatan, Desa hingga RT RW untuk melakukan razia besar-besaran serta menutup seluruh tempat yang terindikasi menjadi sarang peredaran miras dan praktik prostitusi.
Baca juga : FORMULA Dorong Pelajar Gen Z Kuasai Kepemimpinan di Kabupaten Tangerang
“Polisi seharusnya menjadi garda terdepan menjaga moral masyarakat, bukan malah membiarkan penyakit sosial berkembang. Rajeg bukan tempat bebas bagi praktik maksiat. Kalau aparat diam, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan,” tegas salah satu tokoh pemuda Rajeg.
Masyarakat berharap pemerintah daerah dan aparat hukum tidak lagi berpura-pura tidak tahu. Penegakan hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ketegasan dan kehadiran negara harus benar-benar dirasakan oleh rakyat kecil yang setiap hari menyaksikan degradasi moral di lingkungannya.
Fenomena ini menjadi tamparan keras bagi aparat keamanan dan pemerintah setempat. Bila tidak segera ditertibkan, bukan tidak mungkin Rajeg akan dikenal sebagai “zona abu-abu” tempat bebasnya peredaran miras dan praktik amoral. Sudah saatnya Polsek Rajeg membuktikan diri bahwa hukum masih berlaku di wilayahnya bukan hanya sekadar slogan di spanduk kantor.








