Tintaindonesia.id, Kota Tangerang — Lingkar Study Mahasiswa Pemuda (LSMP) menyoroti rendahnya serapan anggaran Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang yang hingga akhir Oktober 2025 baru mencapai sekitar 58 persen. Kondisi ini dinilai sebagai tanda lemahnya tata kelola dan eksekusi kebijakan fiskal di tingkat daerah.
Ketua LSMP, Mohamad Eddy Sopyan, mengatakan bahwa rendahnya serapan anggaran menunjukkan uang rakyat belum benar-benar kembali ke masyarakat melalui program pembangunan dan pelayanan publik.
“Rendahnya serapan anggaran berarti uang rakyat belum bekerja untuk rakyat. Di atas kertas anggaran sudah disahkan, tapi di lapangan belum banyak dirasakan manfaatnya,” ujar Eddy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/10/2025).
Baca : Refleksi Hari Santri : Dari Resolusi Jihad ke Revolusi Pendidikan di Tengah Disrupsi Zaman
Ia menambahkan, berdasarkan data Bank Indonesia per 30 September 2025, Kota Tangerang tercatat memiliki simpanan dana pemerintah sebesar Rp 1,58 triliun, menempati posisi ketiga terbesar secara nasional setelah Kota Banjarbaru dan Surabaya.
“Angka simpanan sebesar itu tentu menimbulkan pertanyaan: apakah dana tersebut memang belum dibutuhkan, atau justru ada keterlambatan realisasi yang berimbas pada terhambatnya manfaat ekonomi bagi masyarakat,” jelas Eddy.
Eddy juga menyebutkan bahwa pandangan LSMP sejalan dengan pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang beberapa waktu lalu menyoroti adanya fenomena penumpukan dana pemerintah di perbankan hingga mencapai ratusan triliun rupiah. Menurut Purbaya, penempatan dana tersebut berpotensi mengurangi kecepatan perputaran ekonomi dan manfaat fiskal bagi masyarakat.
“Apa yang disampaikan oleh Pak Purbaya menjadi dasar kami melihat bahwa fenomena dana mengendap bukan hanya isu nasional, tetapi bisa juga terjadi di daerah. Karena itu, transparansi pengelolaan kas daerah sangat penting,” tegas Eddy.
Ia menilai bahwa fenomena ini merupakan paradoks fiskal: di satu sisi pemerintah mendorong percepatan pembangunan dan pemulihan ekonomi, namun di sisi lain dana pembangunan justru masih tersimpan di bank.
“Uang rakyat harusnya menggerakkan ekonomi rakyat, bukan mengendap untuk sekadar mengejar bunga deposito. Pemkot Tangerang harus segera mempercepat realisasi belanja dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas dan transparansi,” lanjutnya.
LSMP juga meminta DPRD Kota Tangerang memperkuat fungsi pengawasan dan memastikan tidak ada praktik penempatan dana sementara di lembaga keuangan yang tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dan kepentingan publik.
“Serapan 58 persen di akhir Oktober bukan sekadar angka teknis, tetapi indikator lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. Jika pola ini terus berulang, wajar bila publik mulai kehilangan kepercayaan,” tutup Eddy.