Tunjangan Fantastis DPRD Kota Tangerang: Rakyat Susah, Dewan Berpesta Perwali

Opini122 Dilihat

Oleh: Endang Suhendar
Ketua Institut Demokrasi dan Analisis

Tintaindonesia.id, Opini — Peraturan Wali Kota (Perwali) Tangerang Nomor 89 Tahun 2023 yang mengatur tunjangan perumahan dan transportasi bagi DPRD Kota Tangerang menyisakan polemik serius. Nilai tunjangan yang fantastis, mulai dari Rp31,75 juta hingga Rp37,5 juta per bulan untuk perumahan serta Rp18 juta hingga Rp18,75 juta per bulan untuk transportasi, memperlihatkan jurang ketimpangan antara elite politik dan masyarakat yang mereka wakili.

Pertama, dari perspektif keadilan sosial, kebijakan ini jelas mencederai rasa keadilan rakyat. Di saat banyak warga Kota Tangerang yang masih berjuang membayar sewa rumah sederhana dengan kisaran Rp1 juta hingga Rp3 juta per bulan, para anggota DPRD justru difasilitasi dengan tunjangan puluhan juta rupiah. Ini menimbulkan ironi, ketika wakil rakyat hidup dalam kemewahan sementara rakyatnya terjebak dalam kesulitan ekonomi.

Kedua, dari aspek efisiensi anggaran, Perwali 89/2023 berpotensi membebani keuangan daerah secara tidak proporsional. Anggaran daerah seharusnya diprioritaskan untuk kebutuhan mendesak masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan pengentasan kemiskinan. Mengalihkan dana besar hanya untuk memenuhi gaya hidup elite politik adalah bentuk inefisiensi yang tidak bisa dibenarkan.

Ketiga, kebijakan ini juga bermasalah dalam aspek etika politik. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat seharusnya menjadi teladan dalam kesederhanaan, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat. Namun, ketika mereka justru menikmati fasilitas mewah, publik akan menilai DPRD kehilangan legitimasi moral sebagai representasi rakyat.

Baca : REPUBLIK YANG KOKOH

Keempat, Perwali 89/2023 bisa menjadi pemicu ketidakpercayaan publik terhadap institusi politik lokal. Dalam teori demokrasi, legitimasi politik lahir dari rasa percaya rakyat terhadap wakilnya. Jika kepercayaan itu runtuh karena adanya ketidakadilan dan kesenjangan, maka kualitas demokrasi di tingkat lokal pun akan terancam.

Kelima, kebijakan tunjangan ini berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Kesenjangan gaya hidup antara elite politik dan masyarakat biasa bisa memperlebar jurang sosial, bahkan berpotensi melahirkan gejolak atau resistensi publik terhadap DPRD. Dalam konteks ini, Perwali 89/2023 bukan hanya regulasi administratif, melainkan simbol kemewahan di tengah penderitaan rakyat.

Sebagai Ketua Institut Demokrasi dan Analisis, saya menilai Perwali 89/2023 harus segera ditinjau ulang. Pemerintah Kota bersama DPRD harus membuka ruang diskusi publik agar kebijakan terkait tunjangan ini benar-benar proporsional, transparan, dan sesuai kebutuhan riil. Tanpa langkah korektif, DPRD Kota Tangerang akan semakin kehilangan kepercayaan publik.

Demokrasi lokal hanya bisa berjalan sehat jika wakil rakyat mampu menjaga moralitas, kesederhanaan, dan keberpihakan kepada rakyat. Bukan sebaliknya, menjadi simbol kemewahan yang menganga di tengah jeritan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *