Koperasi Desa Merah Putih dan Kepastian Implementasi Kebijakan Tambang Rakyat

Opini141 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Ratu Nisya Yulianti
Wakil Bendahara Umum PB HMI Periode 2024–2026

Tintaindonesia.id, Opini — Masyarakat Provinsi Banten khususnya Kabupaten Lebak, telah lama hidup berdampingan dengan sumber daya alam yang melimpah. Di balik perbukitan dan lembah-lembahnya tersimpan potensi tambang rakyat yang telah dikelola secara turun-temurun oleh warga lokal. Namun, hingga kini, pengelolaan tambang rakyat masih berada dalam wilayah abu-abu regulasi. Ketidakpastian kebijakan membuat aktivitas tambang rakyat kerap dicap ilegal, padahal sejatinya mereka adalah pejuang ekonomi lokal yang menopang kebutuhan keseharian bukan untuk memperkaya kehidupan.

banner 336x280

Dalam situasi tersebut, kehadiran Koperasi Desa Merah Putih menjadi harapan baru. Koperasi ini tidak hanya menawarkan skema kelembagaan ekonomi yang berbasis gotong royong, tetapi juga menjadi jembatan antara masyarakat tambang dengan legalitas negara. Ia menjawab kegelisahan masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari akses perizinan, pembinaan teknis, dan penguatan kelembagaan ekonomi desa.

Baca : Pacu Jalur Putusan MK (Pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal)

Mengapa Koperasi?

Koperasi bukan sekadar badan usaha. Ia adalah representasi dari prinsip demokrasi ekonomi: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Di tengah arus kapitalisme yang eksploitatif, koperasi menjadi penyeimbang dan pelindung kepentingan ekonomi warga kecil. Di konteks tambang rakyat, koperasi bisa memainkan peran strategis dalam beberapa hal, seperti legalitas koperasi bisa menjadi payung hukum bagi aktivitas tambang rakyat sehingga tidak lagi dianggap ilegal dan tidak ada masyarakat yang menjadi korban atas ketidakpastian kebijakan tambang rakyat.

Kepastian Kebijakan Adalah Kunci

Meski koperasi telah menjadi solusi kolektif, namun tanpa kepastian regulasi, upaya ini akan berjalan timpang. Saat ini, ketidakjelasan terhadap status Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) masih menjadi ganjalan utama. Banyak daerah, termasuk Lebak, yang belum memiliki WPR yang ditetapkan secara resmi. Padahal, UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah membuka ruang bagi legalitas tambang rakyat, termasuk melalui koperasi.

Karena itu, dorongan kepada pemerintah pusat khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Bahlil Lahadalia untuk segera menetapkan WPR di wilayah Lebak karena hal tersebut menjadi langkah krusial. Kepastian kebijakan ini bukan semata soal izin, melainkan tentang pengakuan negara atas hak hidup dan kerja masyarakat adat serta lokal yang selama ini menjaga harmoni dengan alam. Terlebih Presiden RI Bapak Prabowo Subianto sedang gencar fokus terhadap issue pertambangan dan relevansi Koperasi Desa Merah Putih dengan tata kelola tambang rakyat.

Harapan untuk Pemerintah dan Pemangku Kebijakan

Koperasi Desa Merah Putih adalah contoh nyata bahwa masyarakat mampu membangun sistem ekonomi yang adil dan lestari, asalkan diberi ruang. Sudah saatnya negara hadir secara adil dan progresif melalui:

  1. Penyederhanaan proses perizinan tambang rakyat.
  2. ⁠Penetapan WPR berbasis data lapangan dan kearifan lokal.
  3. ⁠Pendampingan koperasi tambang rakyat secara teknis, hukum, dan lingkungan.
  4. ⁠Keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam mendorong transformasi ekonomi desa berbasis sumber daya lokal.

Baca juga : Idealisme Adalah Kemewahan Terakhir yang Dimiliki oleh Pemuda: Realitas atau Ekspektasi?

Sebagai bagian dari generasi muda, saya meyakini bahwa pembangunan berkeadilan hanya bisa terjadi jika negara mengakui, melindungi, dan memberdayakan potensi rakyatnya sendiri. Masyarakat Lebak tidak menuntut belas kasihan. Mereka hanya ingin haknya diakui dan dilindungi.

Terlebih dengan dibentuknya Bank Emas menjadi simbol bahwa Presiden Prabowo Subianto komitmen membangun perekonomian masyarakat melalui tambang rakyat, dengan dukungan Indonesia bergabung dengan BRICS maka tidak menutup kemungkinan sistem pertukaran ekonomi menggunakan hasil tambang rakyat yakni emas.

Penutup

Mendorong legalitas tambang rakyat melalui koperasi seperti Desa Merah Putih bukan hanya soal ekonomi, melainkan soal keadilan sosial. Ini adalah momen untuk membuktikan bahwa negara hadir di tengah rakyatnya, bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah, dan bahwa harapan masyarakat Lebak untuk hidup layak tidak dipinggirkan oleh kepentingan segelintir elite.

Mari kita kawal bersama agar kebijakan tambang rakyat tidak berhenti di atas kertas. Kita butuh tindakan nyata, keberpihakan tegas, dan regulasi yang berpihak pada keadilan ekologis dan ekonomi rakyat.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *