Tintaindonesia.id, Internasional – Ketegangan antara Israel dan Iran kembali memanas setelah kedua negara terlibat dalam aksi saling serang yang memicu kekhawatiran akan pecahnya perang terbuka di kawasan Timur Tengah. Serangan langsung yang dilaporkan terjadi pada awal pekan ini merupakan eskalasi paling serius dalam hubungan kedua negara selama beberapa dekade terakhir. Konfrontasi ini dipandang sebagai titik balik dalam pola konflik yang sebelumnya dilakukan secara tidak langsung melalui proksi.
Pihak militer Israel menyatakan telah menanggapi serangan drone dan rudal yang diduga berasal dari wilayah Iran dengan peluncuran serangan udara ke beberapa titik strategis. Dalam pernyataan resminya, Israel mengklaim bahwa langkah tersebut dilakukan untuk mempertahankan integritas wilayah dan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap infrastruktur dan keselamatan warganya. Serangan balasan ini, menurut militer Israel, menyasar fasilitas militer yang digunakan untuk menyuplai senjata ke kelompok-kelompok proksi Iran.
Di sisi lain, Iran melalui Kementerian Pertahanannya menyebut bahwa serangan ke wilayah Israel adalah bentuk balasan atas serangan udara yang dilakukan Israel di Damaskus, Suriah, yang menewaskan beberapa komandan senior Garda Revolusi Iran. Pemerintah Iran menyatakan bahwa tindakan Israel telah melanggar kedaulatan negara lain dan menuntut pertanggungjawaban internasional atas tindakan tersebut. Iran juga menegaskan bahwa operasi militernya dilakukan dalam kerangka hak membela diri sesuai hukum internasional.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa beberapa wilayah di Israel utara dan wilayah strategis di Irak serta Suriah menjadi target serangan. Meski belum ada laporan resmi terkait jumlah korban jiwa, serangan ini telah menyebabkan ketegangan di beberapa kota perbatasan dan memicu gelombang pengungsian warga sipil. Militer Israel dilaporkan telah meningkatkan kesiagaan dan memperketat pengawasan udara di sepanjang wilayah perbatasannya.
Komunitas internasional menyatakan keprihatinan mendalam atas konflik yang terus meningkat ini. Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, menyerukan kepada kedua belah pihak untuk segera menahan diri dan menghindari eskalasi lebih lanjut. Guterres menekankan bahwa konflik ini berisiko menimbulkan krisis kemanusiaan dan instabilitas regional yang luas jika tidak segera dihentikan melalui jalur diplomasi.
Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara Uni Eropa turut menyerukan penghentian kekerasan dan mendorong dilakukannya gencatan senjata. Pemerintah AS secara terbuka meminta Israel untuk menahan diri, namun tetap menyatakan dukungan terhadap hak Israel dalam membela diri. Sementara itu, Iran memperoleh dukungan moral dari beberapa negara di kawasan, seperti Suriah dan Lebanon, yang mengkritik kebijakan agresif Israel di Timur Tengah.
Konflik ini turut memanaskan situasi di wilayah lain seperti Gaza, Lebanon Selatan, dan dataran tinggi Golan, yang dikenal sebagai titik rawan konflik. Kelompok milisi seperti Hizbullah telah mengisyaratkan kesiapan untuk merespons jika Israel melancarkan serangan lebih luas. Kekhawatiran meningkat bahwa konflik ini akan berkembang menjadi perang regional yang melibatkan banyak negara dan kelompok bersenjata.
Di dalam negeri masing-masing, baik Israel maupun Iran tengah menghadapi tekanan politik dan sosial. Pemerintah Israel dikecam oleh oposisi dalam negerinya karena dianggap memprovokasi konflik regional, sementara pemerintahan Iran menghadapi protes dari sebagian masyarakat yang menolak eskalasi perang dan menginginkan fokus pada perbaikan ekonomi nasional. Kondisi ini membuat pemerintah kedua negara berada dalam posisi dilematis antara menjaga citra nasional dan merespons tekanan eksternal.
Pengamat internasional menyebut konflik ini sebagai bentuk kegagalan diplomasi jangka panjang yang telah dibiarkan memburuk selama bertahun-tahun. Tidak adanya jalur dialog terbuka antara Israel dan Iran, serta ketergantungan pada kekuatan militer untuk menyelesaikan konflik, hanya akan memperpanjang penderitaan warga sipil dan menurunkan kepercayaan dunia terhadap mekanisme perdamaian internasional. Banyak yang berharap upaya diplomasi dari negara-negara non-blok dapat menjadi jalan alternatif untuk meredakan konflik.
Hingga saat ini, situasi di wilayah Timur Tengah masih sangat dinamis dan belum menunjukkan tanda-tanda deeskalasi. Dunia menantikan langkah konkret dari komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan dan mendorong kedua negara ke meja perundingan. Jika tidak segera ditangani, konflik ini bukan hanya akan menghancurkan stabilitas kawasan, tetapi juga menciptakan dampak global terhadap geopolitik, ekonomi energi, dan krisis kemanusiaan.